Sabtu, 29 Februari 2020

Madu Dusta

Malam memeluk bayang

Aku tidak menangis, kupikir air mataku terlalu berharga hanya untuk menangisi seorang pengkhianat. Pembohong. Ya, kupikir memang aku sedikit angkuh, aku melakukan semua ini agar aku tidak terlihat menyedihkan. Siapa yang tidak sakit saat dikhianati. Apalagi oleh seseorang yang pernah kita percaya. Bahkan seseorang yang pernah kita jadikan sebagai harapan?.

Hatiku hancur sehancur-hancurnya. Seseorang yang pernah dijadikan tempat hati ini berlindung ternyata telah membodohiku sepanjang masa. Aku selalu mengatakan bahwa aku tidak mudah untuk dibodohi. Aku tak mudah untuk menjatuhkan hati, hingga aku bertemu denganmu dan melambung tinggi dengan kata-katamu. Hatimu mungkin tertawa, betapa mudahnya aku dibodohi oeh mulut manismu. Busuk. Semua janji dan kata-kata itu semua busuk.

Ingin aku mencerca. memaki. mengeluarkan berbagai macam kata yang mungkin bisa melampiaskan apa yang ada di fikiranku. Hatiku sesak. Nafasku tersengal saat mengetahui kenyataan pahit yang sebenarnya. Ya, inginku seperti itu. apa daya, jangankan mencerca, berkata pun tak sanggup. Jangankan memukul, melempar segala benda, berdiri saya tubuh ini telah lemah. Tangan dan jari ini bergetar. Lesu. Aku hanya bisa duduk di pojokan seperti seonggok lap yang tergeletak tak berguna di lantai.

Aku ingin menangis tersedu-sedu, tapi hati ini mendadak beku. Seperti tak merasakan apapun. Udara sekeliling mendadak begitu sesak. Apa yang terjadi denganku?. Kemarin aku masih bahagia dengan segala rayuan dan pujian yang kau limpahkan setiap hari. Menghiburku, merayuku, memanjakanku setiap saat. Aku begitu terlena. Terbuai masuk kedalam perangkapmu.

__Sungguh.. tak kusangka jeratmu penuh madu dusta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar