Rabu, 29 Agustus 2018

Sanggupkah Ikhlas? Kisah Gadis dan Sepatu

Tulisan ini saya dedikasikan untuk seorang teman baik.
Kawanku,  semoga kau ikhlas melepaskan sepatu tercintamu, agar ia menemukan kaki yang lain, dan kudoakan dirimu bahagia karena kakimu telah menemukan sepatu lain yang nyaman untuk kau ajak berlari ataupun berjalan.

prikol.bigmir

Kawanku...  Bukankah kau ingin kita bicara mengenai hati?
Lalu marilah kita bicara mengenai luka, tepatnya luka hati.

Tentunya setiap orang pernah terluka, tepatnya.. hatinya pernah terluka.
Jika dirimu pernah, maka akupun sering. Jika dirimu pernah menangis, tak apa, akupun sering.
Kutahu engkau mungkin berusaha tegar, tapi kau tau, aku sangat mengenalmu.
Kau adalah orang terapuh yang pernah kukenal.

Ditemani keheningan malam, dipojokan kamar kutahu kau sering diam-diam menangis, hingga tertidur kemudian bangun dengan mata yang bengkak.
Terlalu sering. Hingga kudiamkan. Aku memang bukan seorang kawan yang baik, dan aku tak sepeka kebanyakan orang. Terkadang aku mengutuk diriku akan hal itu. Tapi ketahuilah, bahwa aku juga bisa lebih peduli daripada kebanyakan orang yang bertanya padamu mengenai ini dan itu.

Hingga suatu waktu aku bertanya padamu?

 "Apa yang membuatmu harus menangis seperti ini?

"Perasaan takut..."
"Kehilangan..."
"Kesepian..."
"Perjuangan yang sia-sia"
"Cinta yang diabaikan"
"Cinta yang tak dihargai"
"Entahlah, diriku menanam perasaan terlalu dalam"

Aku tak tau apa yang telah kau lalui, hingga hanya kata-kata itulah yang terucap.

Meskipun aku tak berpengalaman, tapi setidaknya aku memiliki pengetahuan. Mari kuceritakan tentang seorang gadis yang menginginkan sepatu.
 Anggaplah dia adalah dirimu. Kau mengidamkan sepasang sepatu, tergila-gila dengan sepatu hingga terbawa mimpi. Namun harganya terlalu mahal untuk kau jangkau.
Akhirnya hari demi hari kau bekerja keras untuk mendapatkan uang, dan menguras tabungan demi sepatu idaman.
Betapa bahagianya akhirnya kau  berhasil meminang. Namun disaat yang bersamaan alangkah kecewanya saat kau coba ternyata ukurannya kekecilan. Tak ingin ditukar, dan terlalu sayang untuk dilewatkan. Akhirnya, karena kau sudah menanam perasaan terlalu dalam, kau coba memaksakan.

Memang...  cantik kelihatan... orang melihat dirimu begitu menawan. Dengan sepatu itu, dirimu tampak menjadi sorotan semua orang. Tapi hanya dirimu yang tau... bahwa kau tak merasa nyaman.

Kuyakin, awalnya kau mencoba tegar dan berkata, nanti pun bisa longgar... tapi lama-kelamaan hanya rasa sakit yang kau rasakan. Semakin dipaksakan semakin kakimu terluka. Berdiri saja sudah membuatmu sakit, apalagi saat berjalan.  Berlari? Mana sanggup?.

Kau tahu?, disitulah kau harus berhenti, dan mengakhiri mensugesti diri bahwa kau baik-baik saja. Berhentilah, pahamilah makna satu kata, "Ikhlas".
Tanpa penjelasan pun, kau dan aku sudah tau apa itu ikhlas, tapi kenyataannya kita kesulitan teramat sangat saat menjalankannya.

Ikhlas untuk melepaskan, meski itu berat. Ikhlas kehilangan meski kau mencintainya teramat sangat.
Berikanlah sepatu itu, kepada seseorang yang mempunyai ukuran yang pas. Tegakah engkau membiarkan sepatumu itu berdebu, tak terpakai... menjadi koleksi tanpa manfaat, sedangkan engkau hanya bisa menatapnya dengan kepedihan.
Percayalah, saat kau merasakan kesakitan sepatumu pun merasa begitu tertekan. Saat kau terluka, sepatumu pun  hampir patah. Biarkanlah ia menemukan kaki lain, pemilik lain yang menjadikannya alas untuk berpijak.

Bukannya aku tak tahu perjuanganmu, mengumpulkan setiap rupiah demi sepatu. Bukannya aku tak peduli dengan rasamu. Kutahu, rasamu...  menahan sakit di kakimu yang penuh luka demi mencoba bertahan, hanya untuk bisa bersama dengan sepatumu.

Tapi, apakah kau yakin...  masih sanggup berjalan dengan kakimu yang penuh luka itu?
Sadarlah... jalanan tak selalu mulus. terkadang kita harus melewati tempat yang penuh dengan batuan terjal nan curam.
Jika kita berjalan dengan kaki yang baik saja sudah sulit, apalagi dengan kaki yang penuh luka?.
Kutahu Ikhlas itu memang pedih, perih.Memang begitulah. tapi setelah kepedihan itu, percayalah. kebahgaian perlahan-lahan akan datang menghampiri. Hatimu yang padam, akan mulai berwarna bagai taman yang berbunga di musim semi.

Tenang saja, kutahu Ikhlas itu tak mudah. Jika kau tak mampu sendirian, datanglah pada Tuhanmu. Tenang saja, Dia takan pernah mengabaikanmu, karena Dia selalu menunggumu.

Aku tak ingin kau berjalan menangis padaku dengan terluka lagi karena sepatumu, tapi kuharap suatu hari kau berlari tersenyum ke arahku bersama ataupun tanpa sepatu barumu.











Selasa, 21 Agustus 2018

The Power Of Emak-Emak : Sepenggal Cerita di Kereta

kereta pangrango

Membahas emak -emak memang tak ada habisnya. Kendati seorang wanita mereka bisa menjelma menjadi mahluk terkuat seantero dunia. Bagaimana bisa? Entahlah itu mungkin salah satu Karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Banyak sekali cerita-cerita aneh yang melekat pada mereka. Seorang mahluk yang ketika sein kiri ternyata belok kanan, yang membuat emak-emak menjadi penguasa di jalan raya. Seseorang yang ketika marah suaranya bisa mengalahkan suara sound sistem, dan masih banyak lagi. Seperti kejadian yang saya alami ketika saya naik kereta lokal ke Sukabumi.

Seperti biasa setiap bulan saya selalu pulang ke kampung halaman tercinta.  Untuk mewujudkan hal itu kereta masih tetap menjadi transportasi favorit bagi saya. Menemani perjalanan dengan nyaman . Selain nyaman dan aman harganya pun bisa dibilang murah. Untuk hari biasa tiketnya sekitar  Rp. 20.000 saja dan untuk weekend sekitar 25.000 rupiah. Bagaimana? Harga yang murah bukan, tanpa ribet tanpa macet.

Oke, kembali ke cerita inti. . Jauh-jauh hari saya sudah pesan tiket secara online, karena jika pesan dadakan pasti kehabisan. Karena tempat duduk favorite saya memang dekat jendela, oleh karena itu saya pasti selalu memilih kursi A atau E. Agar bisa bersantai selama perjalanan. Kebetulan kala  itu saya dengan sadar memilih kursi 19A di gerbong 2.

Nah, waktu itu seperti biasa saya selalu kesiangan kalo urusan naik kereta. Bukannya apa,  meskipun saya naik kereta pertama  KRL yang dari Jakarta kota terkadang tertahan di St. Manggarai jadi saya sampai dalam keadaan mepet. Bayangkan saja, saya sampai bogor jam 7.40 sedangkan kereta ke sukabumi berangkat jam 7.50.

10 menit saya berlari naik flyover, menuju Statsiun Bogor Paledang. (Ah.. kenapa Statsiunnya harus dipisahkan antara Bogor dan Bogor Paledang). Ngos-Ngosan.. rasanya udah pengen Ngesot aja. Tapi kalo ngesot kapan nyampe?.

Singkat cerita sampailah saya di detik-detik terakhir kereta mau berangkat.  Alhamdulilah, akhirnya saya tidak ketinggalan. Betapa kagetnya saya, kursi 19A sudah dikuasai oleh seorang ibu-ibu sambil ngemil makan sesuatu.  Betapa santainya beliau kala itu.
Bak itik kehilangan arah, disitu sudah saya saya merasa bingung. Kejadian seperti ini memang sudah sering saya alami, biasanya sih saya abaikan. Tapi untuk kali ini saya benar-benar lelah dan ingin bersandar ke jendela. Akhirnya dengan mengumpulkan segenap keberanian, dan tentunya dengan memasang senyum manis,

" Bu, maaf kursi saya di 19A," memberitahukan berharap si ibu akan peka.

Kemudian si ibu mengangkat kepalanya ke arah saya, lalu memberikan tatapan tajam dengan wajah sinis nan sangar.
Sumpah disitu saya merasa ciut. Berasa makan buah simalakama. Serba salah. Timbul penyesalan mengapa harus melakukan hal bodoh itu, Tapi keberanian saya berkata, tak apa itu hakmu.
 Kepala saya sudah berkecamuk, Tak berapa lama berselang akhirnya si ibu akhirnya pindah ke arah 18C tanpa berkata sepatah katapun sambil melanjutkan sarapannya. Saya tetap tersenyum kearahnya, mengambil masker kemudian pura-pura tidur. Kemudian saya berfikir, apakah sekarang emak-emak sudah berubah menjadi penguasa kereta juga?.

Saya yakin kejadian macam ini, bukan hanya saya saja yang mengalami. Teman-teman saya pun sering bercerita, jika yang mengambil alih kursi mereka adalah emak-emak, mereka tak berani menegur. Karena menegur emak-emak seperti sama saja menjerumuskan diri ke dalam bahaya.

Mungkin tidak semua emak-emak bersikap seperti itu, ini hanya sebagain kecil saja. Banyak juga yang menyenangkan. Mungkin hanya kebetulan saja  saya selalu bertemu dengan ibu-ibu seperti itu. Oh, betapa malangnya saya.

.... Apakah ketika saya sudah menjadi emak-emak akan menjadi semenakutkan itu?


Selasa, 07 Agustus 2018

Bicaralah Padaku



Bukankah dulu kita adalah teman?. Sebelum kamu menjadi diam. Setidaknya anggaplah aku pernah menjadi seorang teman yang menemani. Sebelum kamu menjadi sepi, lalu diam-diam pergi.
Tak kembali ...

Terkadang, memang aku tak mau mengalah. Tapi sungguh  kamu tak pernah membantah. 
Bicaralah, jika dirimu tak suka. Ku tahu, kita hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki rasa.  Hatimu teramat biasa, sehingga jangan kau buat dia bekerja terlalu berat dengan menahan suatu hal dengan teramat sangat. Ungkapkanlah rasamu lewat kata. Kau mungkin tak suka, tapi kuyakin dengan begitu tak akan ada derita.

Katakanlah, katakan saja. Karena berkata tak sesulit merangkai ha na ca ra ka. Bencimu, kesalmu, marahmu. Aku akan mendengar, aku akan selalu menjadi pendengar. Tak usah ragu, meski itu untukku. Tenang saja, amarahmu tak akan membuatku patah.

Kau mungkin memilih diam. Memendam emosimu hingga semakin dalam, menunggu memudar. Sampai kapan?. Sungguh, diammu tak memperbaiki. Diammu tak membuatku menjadi lebih baik, malah membuat semakin rumit dan pelik. Diammu, membuatku sakit.

Kumohon, agar ku mengerti. Jangan tenggelam dalam kebisuanmu.
Bicaralah... padaku...












Senin, 06 Agustus 2018

Akhir seperti apa....?

Dalam sebuah drama, biasanya cerita berakhir dalam dua macam keadaan, sad ending (akhir yang sedih) atau  happy ending (akhir yang bahagia).

Sebuah kisah yang berakhir bahagia, adalah akhir yang diidamkan oleh banyak orang, karena kenyataan sesuai dengan yang diharapkan, apa yang ditunggu tak menjadi sia-sia. Hal ini memang memberikan banyak  kegembiraan namun terkadang mudah untuk dilupakan begitu saja.

Saat suatu kisah  berakhir sad ending yang penuh derita, mungkin itu banyak mengecewakan. Menjatuhkan harapan saat asa kita sudah diatas awan.  Namun setelah kita bisa menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan segala kekecewaan lewat air mata lalu kita akan merasa lega.

Alih-alih menyukai kisah yang happy ending, saya lebih menyukai kisah yang berakhir sad ending. Karena terkadang sebuah cerita tak selalu berakhir sedih atau bahagia saja  Ada juga kisah yang berakhir tanpa arah yang jelas, diam, stuck begitu saja pada satu titik tanpa ada kejelasan akan mengalir kehulu apa ke hilir.

Meskipun kisah itu berakhir menderita, tapi setidaknya kita bisa merasa lega, karena tau dimana kita berada. Walaupun derita itu membuat luka kita bisa menjahit kembali luka yang ada. Berbeda dengan kisah yang memiliki arah yang tidak jelas, membingungkan, penuh tekanan, menurut saya ini lebih dari sekedar membuat terluka. Luka tak kasat mata.  Ini lebih buruk dari derita. 



_Ini hanya untuk drama, kisah hidupku kuharap berakhir bahagia.