Tulisan ini saya dedikasikan untuk seorang teman baik.
Kawanku, semoga kau ikhlas melepaskan sepatu tercintamu, agar ia menemukan kaki
yang lain, dan kudoakan dirimu bahagia karena kakimu telah menemukan
sepatu lain yang nyaman untuk kau ajak berlari ataupun berjalan.
prikol.bigmir |
Kawanku... Bukankah kau ingin kita bicara mengenai hati?
Lalu marilah kita bicara mengenai luka, tepatnya luka hati.
Tentunya setiap orang pernah terluka, tepatnya.. hatinya pernah terluka.
Jika dirimu pernah, maka akupun sering. Jika dirimu pernah menangis, tak apa, akupun sering.
Kutahu engkau mungkin berusaha tegar, tapi kau tau, aku sangat mengenalmu.
Kau adalah orang terapuh yang pernah kukenal.
Ditemani keheningan malam, dipojokan kamar kutahu kau sering diam-diam menangis, hingga tertidur kemudian bangun dengan mata yang bengkak.
Terlalu sering. Hingga kudiamkan. Aku memang bukan seorang kawan yang baik, dan aku tak sepeka kebanyakan orang. Terkadang aku mengutuk diriku akan hal itu. Tapi ketahuilah, bahwa aku juga bisa lebih peduli daripada kebanyakan orang yang bertanya padamu mengenai ini dan itu.
Hingga suatu waktu aku bertanya padamu?
"Apa yang membuatmu harus menangis seperti ini?
"Perasaan takut..."
"Kehilangan..."
"Kesepian..."
"Perjuangan yang sia-sia"
"Cinta yang diabaikan"
"Cinta yang tak dihargai"
"Entahlah, diriku menanam perasaan terlalu dalam"
Aku tak tau apa yang telah kau lalui, hingga hanya kata-kata itulah yang terucap.
Meskipun aku tak berpengalaman, tapi setidaknya aku memiliki pengetahuan. Mari kuceritakan tentang seorang gadis yang menginginkan sepatu.
Anggaplah dia adalah dirimu. Kau mengidamkan sepasang sepatu, tergila-gila dengan sepatu hingga terbawa mimpi. Namun harganya terlalu mahal untuk kau jangkau.
Akhirnya hari demi hari kau bekerja keras untuk mendapatkan uang, dan menguras tabungan demi sepatu idaman.
Betapa bahagianya akhirnya kau berhasil meminang. Namun disaat yang bersamaan alangkah kecewanya saat kau coba ternyata ukurannya kekecilan. Tak ingin ditukar, dan terlalu sayang untuk dilewatkan. Akhirnya, karena kau sudah menanam perasaan terlalu dalam, kau coba memaksakan.
Memang... cantik kelihatan... orang melihat dirimu begitu menawan. Dengan sepatu itu, dirimu tampak menjadi sorotan semua orang. Tapi hanya dirimu yang tau... bahwa kau tak merasa nyaman.
Kuyakin, awalnya kau mencoba tegar dan berkata, nanti pun bisa longgar... tapi lama-kelamaan hanya rasa sakit yang kau rasakan. Semakin dipaksakan semakin kakimu terluka. Berdiri saja sudah membuatmu sakit, apalagi saat berjalan. Berlari? Mana sanggup?.
Kau tahu?, disitulah kau harus berhenti, dan mengakhiri mensugesti diri bahwa kau baik-baik saja. Berhentilah, pahamilah makna satu kata, "Ikhlas".
Tanpa penjelasan pun, kau dan aku sudah tau apa itu ikhlas, tapi kenyataannya kita kesulitan teramat sangat saat menjalankannya.
Ikhlas untuk melepaskan, meski itu berat. Ikhlas kehilangan meski kau mencintainya teramat sangat.
Berikanlah sepatu itu, kepada seseorang yang mempunyai ukuran yang pas. Tegakah engkau membiarkan sepatumu itu berdebu, tak terpakai... menjadi koleksi tanpa manfaat, sedangkan engkau hanya bisa menatapnya dengan kepedihan.
Percayalah, saat kau merasakan kesakitan sepatumu pun merasa begitu tertekan. Saat kau terluka, sepatumu pun hampir patah. Biarkanlah ia menemukan kaki lain, pemilik lain yang menjadikannya alas untuk berpijak.
Bukannya aku tak tahu perjuanganmu, mengumpulkan setiap rupiah demi sepatu. Bukannya aku tak peduli dengan rasamu. Kutahu, rasamu... menahan sakit di kakimu yang penuh luka demi mencoba bertahan, hanya untuk bisa bersama dengan sepatumu.
Tapi, apakah kau yakin... masih sanggup berjalan dengan kakimu yang penuh luka itu?
Sadarlah... jalanan tak selalu mulus. terkadang kita harus melewati tempat yang penuh dengan batuan terjal nan curam.
Jika kita berjalan dengan kaki yang baik saja sudah sulit, apalagi dengan kaki yang penuh luka?.
Kutahu Ikhlas itu memang pedih, perih.Memang begitulah. tapi setelah kepedihan itu, percayalah. kebahgaian perlahan-lahan akan datang menghampiri. Hatimu yang padam, akan mulai berwarna bagai taman yang berbunga di musim semi.
Tenang saja, kutahu Ikhlas itu tak mudah. Jika kau tak mampu sendirian, datanglah pada Tuhanmu. Tenang saja, Dia takan pernah mengabaikanmu, karena Dia selalu menunggumu.
Aku tak ingin kau berjalan menangis padaku dengan terluka lagi karena sepatumu, tapi kuharap suatu hari kau berlari tersenyum ke arahku bersama ataupun tanpa sepatu barumu.